Total Tayangan Halaman

Senin, 31 Januari 2011

Rocket Rockers Bio

Catatan Perjalanan Rocket Rockers :
1998 (Soeharto lengser, sebuah band pop punk lahir di Bandung)
Immorality President adalah band yang terbentuk menjadi cikal bakal Rocket Rockers. Firman (vocal/guitar), Aska (vocal/guitar), Bisma (bass), Doni (drums) adalah formasi awal Immorality President saat itu.
1999 (and the name is ROCKET ROCKERS!)
Firman (vocal/guitar) keluar dari Immorality President karena satu dan lain hal. Akhirnya mereka merkrut Al a.k.a Ucay untuk gabung di Immorality President. Namun nama band itu tidak berlangsung lama, sampai akhirnya Ucay mengusulkan nama Rocket Rockers sebagai penggantinya. Panggung pertama Rocket Rockers adalah di acara 17 Agustusan di lapangan komplek dekat Bisma tinggal. Rocket Rockers tampil di depan bapa-bapa, ibu-ibu dan warga sekitar yang duduk resmi namun Rocket Rockers tetap tampil ugal-ugalan dengan membawakan lagu-lagu berlirik tidak senonoh.
2000 (1st Compilation)
Untuk pertamakalinya Rocket Rockers masuk dalamsebuah kompilasi dari bonus CD majalah Fallen Angel bersama Poison The Well, Strung Out, Not Available, Step Forward dll. Di tahun 2000 ini, Rocket Rockers mulai sering main di pensi-pensi SMA dan acara-acara kolektif.
2001 (Punk Rock Show and Skateboarding events)
Rocket Rockers menjadi salah satu band pembuka konser Skin Of Tears (band punk asal Jerman) di teater terbuka Dago Tea House bersama Kuro!, Stadium 12 dan No Label. Di tahun yang sama pula Rocket Rockers medapat kontrak endorsement dengan Volcom dan Electric Sun Glasses. Sampai akhirnya Rocket Rockers kerapkali main di event skateboarding.
2002 (1st Album….BOOM!)
Rocket Rockers menjadi salah satu band pembuka di konser Last Show Ever-nya Puppen (band hardcore legendaries asal Bandung). Di tahun yang sama juga Rocket Rockers mengeluarkan album perdana-nya “Soundtrack For Your Life” di bawah naungan OffTheRecords. Album tersebutmencapai penjualan 15.000 copies lebih. Sampai suatu saat, single lagu “Finishkan” menjadi No.1 beberapa minggu di chart indie Radio Prambors.Berbagai media massa cetakpun memprediksikan Rocket Rockers menjadi “The Next Big Thing” (Hard Act To Follow Next Year) bersama Superman Is Dead, The White Stripes, The Hives dan The Vines –Majalah HAI No.45 11 Nov 2002-. Juga beberapa media massa seperti Boardriders, Ripple Magazine, Pause Magazine, Gadis, Kawanku, Pikiran Rakyat, dll mulai banyak mengulas Rocket Rockers. Untuk video clip, Rocket Rockers memilih single “Tergila” garapan Cerrahati dan sudah tayang di MTV. Pensi-pensi sampai acara independent-pun banyak mengundang Rocket Rockers untuk menjadi bagian dari acara. Sampai akhirnya gaung Rocket Rockers mulai merambah ke luar kota dan pulau. Sebutlah Jakarta, Bekasi, Subang, Pandeglang, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, sudah dilalui dan undangan dari Medan, Bali, Balikpapan, Ujung Pandang, Singapore, Malaysia terus meramaikan e-mail dan guestbook. Melihat demand yang semakin membesar terhadap Rocket Rockers, membuat mereka harus menjalankan band dengan professional.
2003 (Menembus layar lebar)
Di tahun ini juga Rocket Rockers sempat menjadi cameo dan pengisi scoring di film “Cinta 24 Karat” karya Richard Buntario. Di tahun yang sama, Doni (drummer) keluar dari Rocket Rockers dan digantikan oleh Ozom.
2004 (Major Label, Kontroversi & Struggle)
Di awal tahun ini Rocket Rockers di kontrak oleh Sony Music dan melahirkan album ke 2 “Ras Bebas” di tahun 2004. Album tersebut laris 20.000 copies dibulan pertama edar. Rocket Rockers di tahun 2004 telah membuat 3 video klip yang tayang di MTV, diataranya: “Bangkit”, “K.L.A.S.S.I.X” dan “Pesta”. Seperti biasa band indie yang memiliki grass root kuat lalu masuk major label akan menemui kontra-kontra dari core fans. Testimonial di website pun cukup memanas. Dan suatu saat ketika Rocket Rockers interview di sebuah radio di Makassar dan menyebutkan bahwa Rocket Rockers masuk Sony Music, keesokan harinya aksi panggung Rocket Rockers di sebuah pensi dihujani oleh ludah yang bertubi-tubi dari penonton. Penontonm terus meludahi dari lagu pertama sampai terakhir, namun Rocket Rockers tetap tegar main sampai lagu terakhir walaupun Ucay (vokal) badan dan muka-nya sudah dipenuhi oleh ludah. Seiring waktu dan kedewasaan scene, wacana indie-major mulai memudar, panggung Rocket Rockers pun berangsur aman di berbagai kota.
2006 (Masuk dalam film sejarah punk sedunia: PUNK’S NOT DEAD)
Rocket Rockers tahun ini berhasil membuat sejarah baru sebagai satu-satunya band Indonesia yang masuk ke dalam sebuah film dokumenter punk se-dunia “PUNK’S NOT DEAD THE MOVIE: A Revolution 30 Years In the Making”. Film yang disutradarai oleh Susan Dynner tersebut menelusuri perkembangan dan eksistensi punk rockn selama 30 tahun. Susan Dynner dalam film tersebut mencoba untuk menggambarkann betapa besarnya kultur punk di dunia. Ide awalnya ketika Susan menonton sebuah acara reuni akbar band-band punk tua sampai yang muda dengan sponsor LEVI’S. Akhirnya tercetuslah ide untuk membuat PUNK’S NOT DEAD THE MOVIE. Film tersebut menuai pujian dari festival seperti The Copenhagen International Documentary Film Festival, Melbourne International Film Festival, Buenos Aires Film Festival, San Francisco International Film Fastival hingga Cannes Film Festival. Band-band dan artis yang terlibat didalamnya: NOFX, Sex Pistols, Minor Threat, Black Flag, The Ramones, Dead Kennedys, Rancid, Greenday hingga band-band masa kini seperti My Chemical Romance, The Used, Thrice, SUM 41, Good Charlotte, Story Of The Year, dll. Juga interview beberapa tokoh penting punk lainnya. Rocket Rockers menjadi bagian dari rentetan band tersebut, adalah sesuatu yang sangat membanggakan.
Di pertengahan 2006 Rocket Rockers masuk studio lagi untuk merampungkan album ke 3 “Better Season”. Tanpa di duga selesai rekaman, di akhir tahun 2006, 13 lagu Rocket Rockers menyebar hand to hand, hardisk to hardisk diluar kuasa Rocket Rockers. Lagu yang menyebar masih hasil mixing dan belum di mastering. Entah siapa yang menyebarkannya. Alhasil, materi lagu Rocket Rockers sudah menyebar ke pelosok nusantara. Hal tersebut terbukti saat manggung di berbagai daerah, semua sudah sing along.Request di internetpun membludak.
2007 (Resign from Sony/BMG)
Rocket Rockers di tahun ini mendapat endorsement dari produk sepatu yang dikelola olehTom Delonge (Blink182/Angel And Airwaves). Disamping itu, setelah menjalinkerjasama dengan Sony Music (yang sekarang menjadi Sony-BMG) selama kuranglebih 3 tahun, Rocket Rockers akhirnya putus kontrak dengan Sony-BMGdikarenakan sudah tidak adalagi kerjasama yang bisa menguntungkan. AkhirnyaRocket Rockers membuat label sendiri yang diberi nama Reach & Rich Records.
2008 (…..a Better Season)
Di awal tahun 2008, Rocket Rockers berhasil menjadi salah satu band pembuka konser MXPX di Basket Hall A Senayan Jakarta bersama Superman Is Dead dan Fornufan.Rocket Rockers terpilih sebagai satu-satunya band rock Indonesia yang memiliki fans paling banyak di friendster yang mencapai 50.000 fans lebih dan alhasil Rocket Rockers di undang ke gathering Friendster oleh David Jones (founder of Friendster) di Grand Indonesia bersama RAN, Ten 2 Five dll.
Setelah hampir 2 tahun materi album ke 3 yang bocor,lagu yang berjudul “Ingin Hilang Ingatan” menjadi top request di friendster dan radio-radio, bahkan di tv lokal sebelum waktunya keluar.
Juni 2008, single dari album ke 3 “Better Season” dilepas ke radio-radio dan langsung meduduki posisi 1 di Radio Ardan Bandung dan menjadi top reques di lagu-lagu lainnya. Video clip yang digarap untuk album “Better Season” adalah “Terobsesi” yang dibuat oleh M.Irsan dari:Grafitasi (yang juga kameramen dari Rocket Rockers). Konsep video clipnya adalah lebih ke reality show yang menampilkan artis-artis, musisi dan teman-teman yang memberi testimonia untuk Rocket Rockers. Musisi dan artis yang ikut andil adalah: Ian Antono, Aura Kasih, Ronal Disko, Sogi, Ence, Masayu Anastasia, Melanie Soebono. Piyu Padi, Tri Utami, Purwacaraka, Tria Changcutters, Bayu O.B, Ajeng “Be a man”, Ocha “Weekend Seru” dan beberapa teman juga alien.
Di tahun 2008 ini juga Rocket Rockers menjadi cover depan majalah RIPPLE, MOSH MAGAZINE, GREY MAGAZINE.
Akhir juli Rocket Rockers akhirnya mengeluarkan album ke 3-nya yang sudah lama tertunda di bawah naungan label sendiri: Reach & Rich Records. Penjualan awal masih menerapkan direct selling di setiap panggung Rocket Rockers. Bahkan dibeberapa kesempatan, personel Rocket Rockers melakukan penjualan hand to hand yang lumayan mendapat apresiasi bagus. Setelah program direct selling, rencananya penjualan album “Better Season” akan bekerja sama dengan clothing lokal yang membuatkan T-shirt Rocket Rockers untuk dijual bersama CD ke seluruh nusantara.
Video Clip “Terobsesi” dari album Better Season sudah tayang di MTV.
Single ke-2 “Ingin Hilang Ingatan” untuk pertama kalinya masuk, dalam jangka waktu beberapa minggu langsung menduduki posisi chart nomer 1 di Ardan Top Request Chart menggeser posisi lagu “Laskar Pelangi” dari Nidji dan band-band dan penyanyi-penyanyi kelas Nasional Indonesia.
Di tahun 2008 ini, walaupun merilis albumnya dengan records sendiri, Rocket Rockers berhasil mendapat panggung di layar kaca tv local dan nasional. Sebut saja “Dahsyat” RCTI, “Klik” dan “Planet Remaja” ANTV, “On The Spot” Trans7 dan beberapa acara tv lokal.
» ROCKET ROCKERS: Mereka Ingin Jadi “Pemberontak”
MENJADI “guru” untuk fans fanatiknya. Menarik juga kepedulian band bandung bernama ROCKET ROCKERS ini. Mereka memilih untuk memberi pembelajaran kepada fans, musik keras tidak identik dengan kekerasan. Musik keras tidak identik dengan drugs. Siapa band yang “sok idealis” ini?
Di ranah sempit punk melodic, nama Rocket Rockers sudah tidak bisa dianggap remeh. Apalagi di Bandung dan sekitarnya. Maklumlah, lima personilnya mengais ilmu, termasuk bermusik, semuanya di Kota Bandung.
Rocket Rockers lahir pada tahun 1998 dengan nama awal Immorality President (Firman guitar/voc, Aska guitar/voc, Bisma bass/voc, Doni drums), namun nama itu hanya berjalan sekitar 1 tahun saja, karena vokalis yang pertama keluar karena satu dan lain hal. Sehingga pada tahun 1999 para personelnya masih mencari vokalis, dan akhirnya mereka mendapatkan seseorang yang bernama Ucay yang baru saja keluar dari band skate rock terdahulunya New Kicks On The Board. Setelah Ucay masuk, nama Immorality President berubah menjadi Rocket Rockers dengan pertimbangan membuat image baru yang lebih fresh.
Melihat deretean panjang perjalan musik band ini, kita tidak bisa bilang ini band baru. Di ranah indie Bandung, Rocket Rocker termasuk salah satu yang getol main di banyak acara. Untuk sekedar merefresh, band ini sudah mondar-mandir di seabrek album kompilasi seperti Fallen Angel, Still Punx, Still Sucks!, No Place To Get Fun, Bad Tunes And Some Ordinary Things, Ripple (Demo) #8, New Generation Calling, Hati Keccil (vcd bmx). Rocket Rockers juga sempat menjadi salah satu band pembuka Skin Of Tears (band punkrock asal Jerman) di Dago Tea House Bandung.
Kemudian mereka bergabung dengan salah satu label besar Sony-BMG Indonesia, dan langsung kontrak enam album. Sempat ada kekuatiran, fans-fans mereka bakal “protes” lantaran semangat indie biasanya menolak segala hal yang berbau kemapanan. “Untunglah fans kita bisa mengerti apa yang kita lakukan, apalagi musik kita tidak ada perubahan yang jauh dari awalnya,” jelas Ucay, vokalis, kepada TEMBANG.com yang mewawancarai band ini, Kamis [03/02/2005].
“Satu hal yang berbeda sekarang, kita bisa lebih eksplore musikalitas karena tidak pusing lagi dengan persoalan biaya studio,” terang Ucay yang bernama asli Noor Al Kautsar. Kelebihan di eksplorasi musik itulah yang membuat mereka yakin, musik mereka sekarang jauh lebih baik dibanding sebelumnya.
Mereka, Aska [Guitar/Vocal], Ucay [Vocal], Bisma [Bass/Back Vocal], Lope [Guitar/Back Vocal], Ozom [Drums/Back Vocal], dari awal menyebut musik yang dimainkannya dengan college punk. “Itu sebenarnya istlah kami saja, karena musik dimainkan Rocket Rockers adalah punk melodic,” tutur Aska. College punk dalam benak mereka adalah karena banyak personilnya yang masih kuliah dan belum [atau tidak?] lulus-lulus karena kesibukan bermusik. “Mungkin setelah kami semua married, namanya bisa saja married punk, ha..ha,” celetuk Aska dan Bisma serempak sambil terkekeh.
Meski banyak tudingan mereka “disetir” oleh label, tapi pelan-pelan mereka memantah tudingan tersebut. “Label sama sekali tidak ikut-ikutan dengan musikalitas yang kami mainkan kok,” jelas Ucay lagi. Nekatnya, Rocket Rockers juga cuek dengan anggapan mereka ikut trend pasar. “Wah kita bikin lagu sih bikin aja, tidak lihat pasar,” sela Bisma.
Lewat label barunya, mereka merilis album baru yang diberi titel Ras Bebas. Album ini sekaligus jawaban atas tudingan-tudingan perubahan konsep musikal mereka. “Ras Bebas maknanya kita bebas berkarya, bebas memaknai segala sesuatu. Lirik juga lebih bebas,” imbuh Ucay lagi.
Persoalan pemberontakan dan kebebasan menjadi “menu utama” dari band yang diendorse Volcom & Electric Sunglasses. Pemberontakan itu mulai ketika mereka jengah melihat pop begitu dominan di pentas musik Indonesia, sementara aliran lain lebih sering “ditolak” oleh radio atau label. “Kita pingin dobrak anggapan bahwa musik kita tidak bisa masuk dan disukai,” jelas Aksa semangat.
Mereka juga menolak disebut “terlambat” karena era punk melodic sedang surut. “Nggaklah, musik kita fleksibel dan kami yakin punya penggemar tetap kok,” kilah Ucay sembari tersenyum. “Kita sih maunya mengendalikan trend, bukan sebaliknya,” tambahnya. Rocket Rockers merasa, komunitas musik mereka sudah cukup kuat.
Anggapan bahwa musik punk [rock umumnya --red] adalah musik yang rawan dengan konflk dan kekerasan, dibantah oleh Rocket Rockers. Menurut Ucay, tak cuma musik punk sebenarnya yang bisa menimbulkan konflik. “Gue lebih melihat kurangnya pendidikan, latar belakang dan gaya hidup seseorang sebagai pemicu konflik,” terang Ucay lagi sembari bercerita adanya konflik antara fans dua band punk lokal. Sedang Bisma dan Aksa lebih menyoroti persoalan imej punk yang identik dengan kehidupan keras.
Menyikapi hal tersebut, Rocket Rockers memilih memberikan pembelajaran lewat banyak hal. “Website, majalah, atau ngobrol langsung dengan fans, menjadi cara yang ampuh untuk saling mengerti,” tegas Lope. “Sekarang fans kita lebih terbuka menerima perbedaan kok,” terang Ucay, cowok yang kuliahnya di Universitas Padjajaran belum juga kelar.
Band-band seperti Rocket Rockers memang belum “besar” secara sales, meski untuk hitungan mereka yang lama “nguplek” di scene indie, sudah masuk bagus. Tapi bukan persoalan laku atau tidaknya saja, tapi konsistensi menjadi penting sekarang ini. Rocket Rockers masih harus membuktikan hal itu.

Sejarah Blink 182 Cloth ( Macbeth, Atticus, & FSAS

Sejarah Tom, Mark, & Travis


Belakangan ini sedang ramai ramai dengan berita kembalinya band Pop-Punk yg cukup berpengaruh yaitu BLINK 182, mereka kemarin sempat bubar karan perselisihan ego antar personil'y Tom dan Mark.Kita lupakan saja perselisihan ego Tom, Mark, dan Travis yang hype belakangan ini. Tentu saja di tulisan ini saya tidak akan membicarakan Blink 182, Angels and Airwaves, Transplants, atau Plus 44. Namun, mari kita lihat bagaimana side-projects mereka di luar musik. Di sini saya hanya ingin menceritakan bagaimana kesuksesan yang mereka raih di luar komponen musik. Bisa dibilang kerja keras Mark, Tom, dan Travis terbayar sudah dan mungkin sekarang mereka hanya bisa ongkang-ongkang kaki saja sambil menonton film terbaru daripada sibuk menulis lagu di studio. Kini dengan suksesnya clothing company Atticus, Macbeth, dan Famous Stars and Straps, uang yang mengalir hanya tinggal menunggu waktu saja. Apalagi fenomena hype-nya Atticus, Macbeth, dan Famous Stars and Straps di kalangan youth culture saat ini. Tak pelak pengaruh ketiga clothing company ini melanda sedunia. Dan menjadi salah satu brand cool bagi anak muda saat ini. Terutama yang true dengan skate dan musik punk dsb.

Mungkin tidak menyangka jikalau pada awalnya kesuksesan trio ini lebih dari sekedar menunggu uang royalti dari band. Namun, seiring dengan pamor Blink 182 yang kian menggila dan image mereka sebagai salah satu band pop-punk yang paling berpengaruh di kalangan youth culture, Tom Delonge dan Mark Hoppus membuat sebuah brand yang dikenal dengan nama Atticus pada tahun 2001. Selain Unicorn dan Alien, Tom dan Mark selalu menggambar sisi imajinasi mereka terhadap apapun. Kali ini clothing company Atticus mereka simbolkan dengan sebuah burung mati yang terinspirasi dari novel “To Kill A Mocking Bird” karya Harper Lee. Dan nama Atticus diambil dari sebuah tokoh bernama Atticus Finch yang dikenal sebagai salah satu pahlawan sepanjang masa oleh American Film Institute. Sedangkan Macbeth yang terkenal dengan brand sepatunya seperti Elliot, London, dll. diambil dari simbol Griffon atau Singa bersayap. Tampaknya Tom dan Mark tak pernah melepaskan image hewan/makhluk imajinasi pada setiap hal yang dilakukannya. Sebagai informasi, Tom sangat terobsesi dengan alien dan Mark sangat terobsesi dengan kuda Unicorn.

Mungkin banyak yang menyangka bahwa Atticus adalah milik Tom dan Mark saja. Padahal founder dari Atticus ini terdiri dari empat orang yaitu Tom, Mark dan kedua temannya, Dylan Carlson dan Jon Humphrey. Sedangkan founder dari Macbeth Clothing Company adalah Tom dan Mark, dan salah satunya dari band-band seperti Taking Back Sunday dan Alkaline Trio. Kalau Atticus lebih mengkhususkan pada produk pakaian sedangkan Macbeth lebih mengkhususkan pada produk sepatu. Inspirasinya bermula ketika Tom tidak puas dengan sepatu-sepatu pada masa itu karena kurang enak dipakai buat musisi karena mungkin pada masanya banyak sepatu yang lebih konsen ke olahraga/ atlit daripada musisi. Dengan ide awal menggabungkan konsep sepatu dan musik, Tom dibantu oloh Jon Humphrey, suatu penyelenggara konser dan dan wakil presiden produk sepatu Adio mengembangkan Macbeth ini.
Pada awalnya Atticus dan Macbeth hanya memperkerjakan 30 orang dan kebanyakan adalah sanak famili atau teman dekat. Dan kebanyakan adalah orang yang berkecimpung dan through di bidang musik.Atticus dan Macbeth dikembangkan secara independen. Nampaknya nggak beda jauh dengan cara yang dikembangkan oleh beberapa clothing lokal kita. Independensinya adalah mereka memproduk dan memasarkan sendiri produk buatan mereka. Pada awalnya pun produk mereka ini hanya disebarkan di seputar pantai di San Diego, California, selain memasarkan lewat cara net market melalui situs loserkids.com dan myspace dengan tagline, “Our online store is better than your online store.” Apalagi mereka sempat pesimis karena mereka percaya bahwa clothing mereka takkan bisa mengalahkan Rockawear milik Jay Z. “If you can draw any comparison, we would be closer to Rockawear, Jay-Z's hip-hop-inspired clothing brand,” tutur Jon Humphrey yang juga menjabat CEO dari Atticus dan Macbeth. Dalam dunia fashion, trend hip-hop selalu dianggap lebih cool dan mewah dibandingkan produk fashion lainnya. Apalagi pada saat itu brand clothing seperti Volcom, DC Shoes, dan Converse yang menguasai brand fashion anak muda tengah digemari. Pada saat itu persaingan dunia fashion anak muda tengah gila-gilanya. Tanpa menyampingkan kebesaran Blink 182, Atticus dan Macbeth saat itu hanya dianggap sebuah clothing company kecil. Jon Humphrey menambahkan, “It's a small and independent operation, not a “J.Lo brand,” which is owned by a much bigger company.”
Mereka sadar bahwa kerja keras yang mereka butuhkan adalah bagaimana untuk menciptakan sesuatu yang kreatif. Selain berjualan hal-hal clothing standar seperti T- shirt, topi, jaket, dll., Atticus juga membuat sebuah CD kompilasi “Dragging The Lake” yang berisikan band-band rock masa kini seperti Blink 182, Alkaline Trio, New Found Glory, Sugarcult, Fall Out Boy dll. Yang hingga tahun 2006 telah merilis empat kompilasi “Dragging The Lake”. Dengan mensinergikan antara fashion dan musik, Atticus dan Macbeth meraih pasar anak muda salah satunya dengan mengendorse band-band rock kekinian dengan genre punk/ pop punk/ emo/ hardcore/ post-hardcore seperti Alkaline Trio, Angels and Airwaves, Alexis On Fire, Mae, Bane dll. Selain mengendorse band, Atticus juga tampaknya tertarik dengan segala hal kultur anak muda. Brian Ewing yang merupakan seorang designer dan illustrator pun diendorse oleh Atticus.
Salah satu contoh sinergi dengan musik, mungkin kalau Kamu membeli sepatu Macbeth maka di dalam lapisan solnya terdapat salah satu lirik yang diambil dari band-band yang diendorse Macbeth. Selain musik, ada juga misi sosial dalam karakter design sepatunya. Ingat sepatu Macbeth Vegan yang terbuat dari bahan-bahan 100% non hewani/ animal products. Di mana Macbeth memiliki misi untuk menghapuskan kekerasan pada binatang. Dan bahan-bahanya adalah hasil impor dari PETA (People For The Ethical Treatment Of Animals), sebuah organisasi anti kekerasan pada binatang.
Okey mari kita beralih pada salah satu dari ketiga power dari Blink 182 yang memegang posisi drummer, Travis Barker. Mengingat Travis pasti Kamu akan tertuju dengan huruf “F” besar yang senantiasa dipakainya ketika menggebuk drum dengan kedua tangannya yang bak Dr. Octopus. Tanda “F” besar adalah simbolik dari clothing company miliknya, Famous Stars and Straps. Berdiri pada tahun 1999 atau dua tahun lebih awal berkecimpung di dunia clothing dibandingkan Tom dan Mark, Famous Stars and Straps (FSAS) lebih mengkhususkan diri pada street, skate, dan punk style. Dan yang paling terkenal dari salah satu produk FSAS adalah buckles “F” yang senantiasa dipakai oleh Travis tentunya selain menjual T shirt, jaket, topi, sepatu, buckles, bandana, dan skateboard decks. Salah satu ciri dari karakter design dari FSAS adalah bagaimana mempermainkan sebuah catch phrase dengan awalan “F” seperti Family, Famous, "Fast" or "Fun" (as in, "Life Fast, Die Fun"). Selain musisi, banyak atlit yang diendorse oleh FSAS seperti BMX riders, MX, FMX, dan skaters seperti Heath Pinter, Shane Bess, Jimmie McGuire, Warren Jamez, Jamal "J-Beats" Kindred, Dave Dillewaard , Andre Ellison, Josh Hanson, dan Rick Thorne
Salah satu faktor kesuksesan dari ketiga clothing company ini yaitu bagaimana mereka bekerja keras dalam membangun image sebagai sebuah clothing company yang mengarah pada kultur anak muda dan bersinergi antara musik dan fashion. “Inspired by music, made by musicians,” kata Kari DeLonge yang menjabat marketing director di Atticus dan Macbeth yang juga merupakan adik kandung Tom Delonge. Ingat, Atticus dan Macbeth berawal memasarkan produk lewat internet saja. Mereka tak memiliki tempat untuk mengedarkan produknya dengan hanya diawali beredar di seputaran pantai di San Diego, California. Namun kini Atticus, Macbeth, dan FSAS telah meraih pangsa pasar anak muda yang sebegitu besarnya. Bahkan saking suksesnya pernah ada seorang pengusaha yang ingin membeli hak dari Atticus dan Macbeth. “I get calls all the time from big huge massive companies who say, 'I want to buy into this industry.' But you can't just buy into this,” kata Humphrey.
Kerja keras mereka kini terbayar sudah dan tiga clothing company itu telah menjadi “pahlawan” dalam dunia fashion anak muda. Dengan brand fashion yang terkenal Atticus, Macbeth, dan FSAS pun melebarkan sayapnya ke beberapa negara dan salah satunya Indonesia, kecuali FSAS yang belum masuk ke Indonesia. Saya tidak akan menuliskan berapa Dollar pastinya pendapatan mereka, hanya saja dengan kesuksesan yang dibangun dari kecil hingga kemudian melebarkan clothing company ke beberapa negara membuat Tom, Mark, dan Travis bisa meraih pundi-pundi uang sambil mereka tidur di kamar rumah mereka dengan nyenyak tanpa perlu bingung besok harus makan apa.

Sejarah Atticus

Image Goes Here

Sejarah Atticus Clothing dimulai pada 2000, ketika dua personel Blink-182, Tom DeLonge dan Mark Hoppus, mendirikan sebuah perusahaan clothing. Dibantu teman kecil mereka, Dylan Anderson, perusahaan berlogo burung nuri terbalik itu mendekatkan fashion mode dengan pemusiknya. Namun dalam perjalanannya, Tom dan Mark akhirnya memilih berkonsentrasi dalam Blink-182, seiring meningginya pamor Blink-182 di kancah musik underground dunia waktu itu. Tom dan Mark akhirnya menjual seluruh saham mereka.

Dalam soal nama dan logo, sejarah Atticus Clothing bisa dibilang 'nyeleneh'. Inspirasi pertama datang dari salah satu karakter dalam buku best seller sepanjang jaman, "To Kill A Mockingbird" (1960) karangan Harper Lee, bernama Atticus Finch. Nama tersebut lalu disambungkan dengan nama dan sejarah Herodes Atticus, seorang agitator Yunani yang menghabiskan hidupnya mendukung pengembangan kesenian sampai membangun teater untuk pertunjukkan musik. Sedang logo sendiri dibuat oleh Dylan Anderson yang terinspirasi dari buku To Kill A Mockingbird.

2406_sejarah_atticus_clothing_1.jpg

Sejarah Atticus Clothing sendiri tergolong 'langgeng' berjalan terus di kemudian hari, dalam menciptakan ruang-ruang baru untuk mendukung fashion dan kebutuhan pakaian pemusik. Meski Tom dan Mark sudah tak lagi bergabung, tetapi Dylan sedikit-banyak juga mengetahui dunia tersebut, sehingga berbagai inovasi bisa dihasilkan. Misalnya, sejak 2002-2009 telah tercipta CD Musik kompilasi band ternama (salah satunya adalah Blink-182 dan Alkaline Trio), ataupun kerjasama Atticus Clothing dengan Tom mendirikan perusahaan sepatu MacBeth Shoes.

Sejarah Macbeth 3


Image Goes Here

Trend Macbeth Shoes dimulai ketika pada 2000 lampau, pertumbuhan penjualan musik dan artibutnya merambah menjadi gaya hidup di California, AS. Band punk rock yang populer segera menjadi trend-setter, dan tak hanya ditiru atau menginspirasi dalam permainan musiknya saja, melainkan sampai ke persoalan fashion. Meski sebenarnya para artis baru ini mengenakan pakaian dan sepatu ‘alakadarnya’, tetapi melejitnya nama mereka saling-menguatkan dengan industri fashion yang mengekor.

MacBeth_shoes_brighton

Old Story

Saat penjualan CD Blink-182 pada 2002 meraih platinum, berbagai perusahaan yang mendistribusikan topi, t-shirt, sepatu, sampai gitar, meraih keuntungan luar biasa dari penggemar Blink di seluruh dunia. Namun, penyebaran yang demikian pesat ini tak sebanding dengan pemahaman industri tentang musik dan karakter yang Blink-182 miliki. Kecewa karena hal ini, Tom DeLonge berkolaborasi dengan Atticus Clothing membuat brand bernama MacBeth. Atticus Clothing sendiri merupakan hasil kolaborasi Tom DeLonge dan Mark Hoppus. Keduanya personel Blink 182.

Dalam perkembangannya kemudian, trend Macbeth Shoes meninggi setelah para personil band rock kesulitan mencari produk yang sesuai dengan keinginan mereka. Wajar memang, manakala setiap waktu musisi ini diisi dengan tour antar kota, mengunjungi negara lain, dan menciptakan musik. Mereka memerlukan pakaian dan sepatu yang cocok untuk penampilan, sekaligus kuat dan nyaman digunakan saat beraktivitas.

MacBeth_shoes_Vegan

Vegan Story

Di kalangan para musisi California, paham vegan cukup punya andil dalam akulturasi budaya. Hal ini karena adanya pemahaman bahwa para vegetarian memiliki hubungan dekat dengan penganut sub-kultur hardcore rock – atau yang biasa disebut “Straight Edge”. Permintaan kemudian meninggi terhadap sneaker modern yang tidak mengandung segala jenis produk hewan, dan hadirlah Macbeth The Elliot yang kemudian dikenal sebagai desain vegan. Macbeth bahkan meraih “Best Vegan Skate Shoe” pada 2007 yang diberikan Peta (People for the Ethical Treatment of Animals).

MacBeth_shoes_studio_project

STUDIO PROJECTS

Belakangan, trend Macbeat Shoes semakin menguat di kalangan para musisi, berkat program Studio Projects. Program ini adalah kolaborasi musisi dalam Macbeth Family untuk mendesain produk yang mencerminkan personality individu dan kreativitas mereka. Beberapa band yang membuat trend MacBeth Shoes dalam program ini seperti Mike Dirnt (Green Day), Cassadee Pope (Hey Monday), dan para personil Taking Back Sunday.

Sejarah Macbeth 2


founder dari Macbeth Clothing Company adalah Tom dan Mark, dan salah satunya dari band-band seperti Taking Back Sunday dan Alkaline Trio. Kalau Atticus lebih mengkhususkan pada produk pakaian sedangkan Macbeth lebih mengkhususkan pada produk sepatu. Inspirasinya bermula ketika Tom tidak puas dengan sepatu-sepatu pada masa itu karena kurang enak dipakai buat musisi karena mungkin pada masanya banyak sepatu yang lebih konsen ke olahraga/ atlit daripada musisi. Dengan ide awal menggabungkan konsep sepatu dan musik, Tom dibantu oloh Jon Humphrey, suatu penyelenggara konser dan dan wakil presiden produk sepatu Adio mengembangkan Macbeth ini.

Pada awalnya Macbeth hanya memperkerjakan 30 orang dan kebanyakan adalah sanak famili atau teman dekat. Dan kebanyakan adalah orang yang berkecimpung dan through di bidang musik.Atticus dan Macbeth dikembangkan secara independen. Nampaknya nggak beda jauh dengan cara yang dikembangkan oleh beberapa clothing lokal kita. Independensinya adalah mereka memproduk dan memasarkan sendiri produk buatan mereka. Pada awalnya pun produk mereka ini hanya disebarkan di seputar pantai di San Diego, California.
Sepatu design pertama macbeth yg melambungkan nama macbeth di dunia yaitu the eliot. Macbeth meraih pasar anak muda salah satunya dengan mengendorse band-band rock kekinian dengan genre punk/ pop punk/ emo/ hardcore/ post-hardcore seperti Alkaline Trio, Angels and Airwaves, Alexis On Fire, Mae, Bane dll. Selain mengendorse band, Atticus juga tampaknya tertarik dengan segala hal kultur anak muda. Brian Ewing yang merupakan seorang designer dan illustrator pun diendorse oleh Atticus.

Salah satu contoh sinergi dengan musik, kalau Kamu membeli sepatu Macbeth maka di dalam lapisan solnya terdapat salah satu lirik yang diambil dari band-band yang diendorse Macbeth. Selain musik, ada juga misi sosial dalam karakter design sepatunya. Ingat sepatu Macbeth Vegan yang terbuat dari bahan-bahan 100% non hewani/ animal products. Di mana Macbeth memiliki misi untuk menghapuskan kekerasan pada binatang. Dan bahan-bahanya adalah hasil impor dari PETA (PeopleFor The Ethical Treatment Of Animals), sebuah organisasi anti kekerasan pada binatang.

Macbeth berawal memasarkan produk lewat internet saja. Mereka tak memiliki tempat untuk mengedarkan produknya dengan hanya diawali beredar di seputaran pantai di San Diego, California. Namun kini Macbeth telah meraih pangsa pasar anak muda yang sebegitu besarnya dan sampai saat ini udah nyampe di tangan kamukan.
udah jelas kan asal usul macbeth..Nah sekarang saatnya kamu beli sepatunya, yang Ori jangan bajakan ya...



Tambahan info, gratis kok
Trend Macbeth Shoes dimulai ketika pada 2000 lampau, pertumbuhan penjualan musik dan artibutnya merambah menjadi gaya hidup di California, AS. Band punk rock yang populer segera menjadi trend-setter, dan tak hanya ditiru atau menginspirasi dalam permainan musiknya saja, melainkan sampai ke persoalan fashion. Meski sebenarnya para artis baru ini mengenakan pakaian dan sepatu ‘alakadarnya’, tetapi melejitnya nama mereka saling-menguatkan dengan industri fashion yang mengekor.

Saat penjualan CD Blink-182 pada 2002 meraih platinum, berbagai perusahaan yang mendistribusikan topi, t-shirt, sepatu, sampai gitar, meraih keuntungan luar biasa dari penggemar Blink di seluruh dunia. Namun, penyebaran yang demikian pesat ini tak sebanding dengan pemahaman industri tentang musik dan karakter yang Blink-182 miliki. Kecewa karena hal ini, Tom DeLonge berkolaborasi dengan Atticus Clothing membuat brand bernama MacBeth. Atticus Clothing sendiri merupakan hasil kolaborasi Tom DeLonge dan Mark Hoppus. Keduanya personel Blink 182.

Dalam perkembangannya kemudian, trend Macbeth Shoes meninggi setelah para personil band rock kesulitan mencari produk yang sesuai dengan keinginan mereka. Wajar memang, manakala setiap waktu musisi ini diisi dengan tour antar kota, mengunjungi negara lain, dan menciptakan musik. Mereka memerlukan pakaian dan sepatu yang cocok untuk penampilan, sekaligus kuat dan nyaman digunakan saat beraktivitas.

Vegan Story
Di kalangan para musisi California, paham vegan cukup punya andil dalam akulturasi budaya. Hal ini karena adanya pemahaman bahwa para vegetarian memiliki hubungan dekat dengan penganut sub-kultur hardcore rock – atau yang biasa disebut “Straight Edge”. Permintaan kemudian meninggi terhadap sneaker modern yang tidak mengandung segala jenis produk hewan, dan hadirlah Macbeth The Elliot yang kemudian dikenal sebagai desain vegan. Macbeth bahkan meraih “Best Vegan Skate Shoe” pada 2007 yang diberikan Peta (People for the Ethical Treatment of Animals).

Rocket Rockers - Ingin Hilang Ingatan

Intro : G C D G

G              C   D          G
Menghilanglah dari kehidupanku
G         C       D          G
enyahlah dari hati yang tlah hancur
G           C       D          G
kehadiran sosokmu kan menyiksaku
G       C      D           G
biarkan disini ku menyendiri

Back to : intro

(*)
G       C           D      G
pergilah bersamanya di sana
G         C      D           G
dengan dia yang ada segalanya
G          C        D        G
bersenang-senanglah sepuasnya
G       C      D          Em C D
biarkan disini ku menyendiri

G           C        D      G
terlintas keinginan tuk dapat
G          C      D           G
hilang ingatan agar semua terlupakan
G              C         D         G
dan ku berlari sekencang-kencangnya
G            C      D               Em C Em C D
tuk melupakanmu yang telah berpaling

Reff :
G           C          Em
Disini kembali kau hadirkan
            D        C       Em
ingatan yang seharusnya kulupakan
C          D         C
dan kuhancurkan adanya
G           C          Em
Disini kembali kau hadirkan
            D        C       Em
ingatan yang seharusnya kulupakan
C          D         C
dan kuhancurkan adanya

G   C  D    G         C      D    G
letih disini ku ingin hilang ingatan   4x

Int :  G  C  D  G

Back to : Reff

G          C        D      G
pergilah bersamanya di sana
G          C        D        Em
dengan dia yang ada segalanya

Sejarah Macbeth



 Macbeth Footwear (sebelumnya dikenal sebagai "Macbeth Atletik") adalah sebuah perusahaan yang didirikan oleh Tom DeLonge dan Mark Hoppus dari Blink-182. Mereka mendirikan perusahaan pada tahun 2002-2003. Perusahaan menjual terutama alas kaki, tetapi juga menjual t-shirt, kaus, dan kacamata hitam (di antara aksesori lainnya). Macbeth adalah sebuah perusahaan kebanyakan vegan dan yang banyak dipengaruhi oleh musik dan seni kreatif lainnya. Hal ini memiliki dua logo, satu tanda tangan Macbeth Pennant serta Griffin (singa dengan sayap). Macbeths online sumber utama adalah Loserkids.com, yang juga didirikan oleh Tom DeLonge dan Mark Hoppus. Mereka juga sebelumnya didirikan Atticus Busana.
penampakan,.,.,.,.,.:
2 orang musisi yang mempunyai saham di dalam perusahaan ini adalah TOM DELONGE dan MARK HOPPUS.,.,.,.,.,.
1. TOM DELONGE
 2. MARK HOPPUS